Jumat, 05 Juni 2015

Belajar dari Kucing

Bismillah...



   Menikmati saat-saat terakhir memang selalu menyenangkan. Sambil ditemani sepoi-sepoi angin segar  yang menerpa  wajah, saya duduk memandang bentangan alam sekolah saya yang menakjubkan. Gunung-gunung menyembul di ufuk barat dan timur, pohon-pohon nan hijau layaknya tinta yang tumpah di kanvas alam, udara segar pegunungan, dan lingkungan sosial yang islami membuat saya betah dan akan selalu merindukan akan tempat ini.

   Waktu berjalan lambat seolah tahu saya masih ingin menikmati detik-detik terakhir di tempat ini. Terakhir? Ya benar, detik-detik terakhir. Besok adalah hari wisuda saya setelah dinyatakan lulus dari Pesantren dan SMAIT Al-KAHFI. Selanjutnya saya akan masuk ke jenjang yang lebih tinggi dan tentu lebih rumit. Hanya membayangkan saja sudah pusing.

    Di sela-sela menikmati suasana siang yang sejuk ini, tanpa sengaja saya melihat seekor kucing berjalan santai. Saya berpikir mungkin dia ingin mencari makan, atau mungkin ingin menikmati masa-masa terakhir berjumpa dengan santri yang selalu menjahilinya. Hehe... Santai sekali dia berjalan, seolah tanpa beban. Sesekali ia melihat tempat sampah mencari makan kemudian tidur dan jalan-jalan sepanjang hari. Tidak khawatir dengan apa dia akan makan besok, dimana ia akan tinggal malam ini, atau dengan apa ia menghidupi keluarganya. Ia tampak seperti tidak mengenali masalah hidup.

    Pemandangan ini menggelitik pikiran saya. Manusia  saat ini selalu selalu ribut dengan berbagai masalah, bahkan masalah yang belum ada di hadapannya. Belum dapet rizki buat makan minggu depan aja udah ribut. Mengomel ini itu. Apa ga liat kucing yang ga punya makan buat malam ini aja biasa aja. Ga punya hp bagus buat kuliah aja ngomel-ngomel plus merengek-rengek ke orang tua. Ga liat kucing apa yang segala sesuatunya nyari sendiri, ngorek-ngorek tempat sampah sendiri, jelek asal hasil usaha sendiri. Harga BBM naik aja udah demo-demo rusuh dan berkata kotor. Ga liat kucing apa yang kemana-mana jalan sendiri, ga malas denga pake motor atau mobil. Meskipun memang benar, harusnya ada peran kerja pemerintah dalam menjaga harga BBM tetap dalam jangkauan rakyatnya.Tetapi kita sebagai rakyat juga harus cerdas, jangan hanya pakai otot, tapi pikirkan bersama solusinya pakai otak.

   Semua itu sudah ada rizkinya. Semua sudah ada jalannya masing-masing. Allah-lah yang memberi dan menjaminnya kepada seluruh makhluk di bumi. Kucing aja yang ga punya uang masih bisa hidup. Apalagi kita seharusnya ga perlu ribut sampai curhat sana-sini cuma gara-gara ga punya uang. Mengapa kita tidak mencoba menikmatinya saja. Merasakan tiap detik masalah dunia yang pasti berakhir seperti saya yang menikmati masa terakhir di sekolah saya ini yang pasti berakhir juga. Pada akhirnya kita akan meninggalkan dunia ini seperti pada akhirnya saya akan meninggalkan sekolah ini. Mungkin pemikiran ini memang sedikit bodoh. Tidak sama antara manusia dan kucing, memang beda. Tapi apa salahnya untuk sekedar mengambil secuil pelajaran untuk kita yang tidak pernah belajar ini.

   Saya pun sekarang masih berusaha memahami kucing dan mengamalkannya. Dan itu sulit. Terlepas dari itu, tulisan ini saya tunjukkan kepada seluruh teman saya di SMAIT ALKAHFI yang belum mendapatkan perguruan tinggi ataupun yang belum memenuhi syarat menjadi peserta wisuda. Tetap semangat dan belajarlah dari kucing kawan, tidak pernah khawatir dan terus menjalani hidup karna tau Allah telah menyiapkan yang terbaik bagi kita semua.
Wallahu’alam.



Bogor, 5 Juni 2016

1 komentar:

Lemonade~ mengatakan...

Bad, ana kangen sama antum😊

Posting Komentar